Selasa, 14 Februari 2017

sosmed, hoax, budaya berbagi, dan budaya literasi

SOSIAL MEDIA, HOAX, BUDAYA SHARING DAN BUDAYA LITERASI

Kebutuhan teknologi informasi berkembang pesat. Gelombang industri teknologi informasi masih paling pesat perkembangannya meskipun dunia sekarang telah memasuki gelombang industri kreatif. Menurut data, sebanyak 180 juta penduduk Indonesia memiliki ponsel, dan sebanyak 50% dari itu mampu mengakses internet. Ponsel sekarang bukan barang untuk kalangan ekonomi atas, kalangan cendekia, kalangan birokrat, mahasiswa, namun kini ponsel dapat mudah Anda jumpai dipegang tukang becak, penjual sayur, anak sekolah bahkan anak yang masih TK, bahkan ibu rumah tangga tidak bisa lepas dari ponsel untuk bersosmed ria.

Dari sekian banyak akses internet yang diakses oleh ponsel, hampir 70%-nya adalah untuk jejaring sosial dan pertemanan. Mulai dari facebook (Agustus 2010, Indonesia menempati peringkat 3 pengguna facebook terbanyak di dunia setelah Perancis dan Italia), whatsapp, instagram, bbm, dan lain-lain. Jaman telah berganti, bila dulu bangun pagi minum kopi dan baca koran, sekarang bangun pagi dengan kesadaran belum lengkap pun sudah mulai meng-update status, atau hanya sekedar melihat news feed untuk memantau apa yang terjadi di bumi hari ini.

Sebenarnya hal tersebut bukan menjadi suatu masalah dengan catatan tidak mengganggu aktivitas utama yang membuat hidup lebih produktif. Namun belakangan ini kita dihebohkan dengan istilah baru yang bahkan anak seumuran SD pun sudah luwes mengungkapkannya, yaitu “HOAX”.
Hoax memiliki arti cukup banyak. Namun secara umum artinya adalah tipuan, menipu, kabar bohong. Dari Wikipedia hoax diartikan sebagai usaha untuk menipu atau mengakali pembaca agar pembaca percaya, padahal pencipta hoax tersebut tahu bahwa berita yang dibuatnya adalah palsu. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan terdapat sanksi bagi penyebar informasi palsu dan bisa dikenakan hukuman.
Masalah yang kita alami sekarang adalah, bahwa sifat para pengguna internet yang pengin selalu tampil terawal, tercepat, dan terupdate dalam menyampaikan informasi tanpa perlu adanya klarifikasi terlebih dahulu. Sekali dapat kabar dari WA salah satu grup, hanya dalam hitungan detik kabar tersebut telah tersebar ke grup-grup WA lain, sebagai status di bbm, dan sebagai “apa yang anda pikirkan?” di lini masa facebook, dijadikan status, dan parahnya lagi, bahwa yang dishare tersebut bukanlah “apa yang ia pikirkan” sebenarnya.

Dalam surat Al Hujurat ayat 6 telah disampaikan apa yang disebut budaya tabayyun. Tabayyun adalah budaya bertanya, budaya mengklarifikasi, budaya mencari kebenaran. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa bila kita mendapatkan suatu berita dari sumber yang tidak jelas, hendaknya kita jangan terburu-buru untuk menyebarkannya, sebelum kita mengklarifikas kebenaran dari berita tersebut dari sumber yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak mencelakai suatu kaum yang terkena imbas atas kebodohan dan kecerobohan kita.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memfilter perilaku kita dari paparan di atas, berikut diantaranya.

TAAT DAN TAHU HUKUM
Setidaknya ada dua regulasi yang mengatur, Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bagi media dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebagai warga negara yang baik, kita sudah sepantasnya tahu dan patuh akan isi dari undang-undang tersebut.

BUDAYA LITERASI
Pemerintah sedang berupaya menggalakkan budaya literasi di sekolah-sekolah. Hal ini penting sekali. Budaya membaca dari sumber yang terpercaya menjadikan siswa tahu mana berita yang baik, baik dari segi penulisan, penyampaian, disertai data yang riil dan akurat, dan layak edar. Melatih siswa untuk kembali membaca pada fitrahnya yaitu buku, kitab ensiklopedia, dan lain-lain. Bila sudah sering melakukan membaca jenis ini, akan mudah menyaring bacaan yang bermanfaat via online. Budaya menulis juga perlu dilatih sehingga kita memiliki kemampuan untuk menulis apa yang sedang ada dalam pikiran kita dan yang ingin kita sampaikan dan berguna. Tidak hanya asal salin, tempel, bagi ...
Mendapatkan berita dengan judul yang kelihatan keras, pedas, namun aktual, dan tidak mainstream, langsung bagi ke sosmed, tanpa dikaji lebih dulu isinya, tanpa dicari sumber asal dari mana, terpercaya atau tidak, bermanfaatkah ini, berpotensi apa bila hal ini disebarkan. Tanpa kemampuan literasi yang baik, tidak akan dapat melakukan hal tersebut. Bagaimana kalau memang belum memiliki kemampuan tersebut? Ya jangan dulu ikut nyebar .. gampang kan. Kita tunggu dulu kebenaran nyata dari berita tersebut.

KEMBALI KE EXPERT UTAMA
Apa yang saya maksud ini? Begini, saya seorang guru, ya pekerjaan utama saya ya mengajar. Kalau saya mau share sesuatu, ya mesti yang berhubungan dengan belajar dan mengajar. Karena itu keahlian saya. Insya Allah, akan bermanfaat bagi yang lain, karena saya mampu didalamnya. Buat yang hobi traveling, ya sharing tentang pengalaman jalan-jalan. Yang hobi otomotif, ya sharing tentang segala tetek bengek motor dan mobil, yang dokter, bikin blog tentang medis. Kesemua itu pasti lebih bermakna dan bermanfaat, tidak tumpang tindih. Yang ibu rumah tangga mungkin bisa sharing tentang tata asuh dan rawat anak, tentang masakan, merangkai bunga, dan lain-lain. Bolehlah kalau sedikit ikut update info terkini, misalnya masalah pilkada, politik, hutang negara, kehidupan artis, tapi ingat, cek sumber, sertai data akurat, dan obyektif. Dan yang paling penting jangan sampai terjadi ghibah, apalagi sampai terjerat fitnah. Wuidih...naudzubillah ...


Semoga bermanfaat ...

Sumber:
Al Quran (Allah SWT)
Cracking Zone (Rhenald Kasali)
Wikipedia
Kompas.com


Minggu, 29 Januari 2017

Salam..
Blog baru bro.. blog yang lama dah gak eksis, karena sekarang spesialisasinya lain. Selamat berkunjung. Dan jangan lupa berkunjung pula di watondolansolo.blogspot.com buat kamu yang suka dolan-dolan di seputaran Solo dan sekitarnya. Wassalam ...