SOSIAL MEDIA, HOAX, BUDAYA
SHARING DAN BUDAYA LITERASI
Kebutuhan
teknologi informasi berkembang pesat. Gelombang industri teknologi informasi
masih paling pesat perkembangannya meskipun dunia sekarang telah memasuki
gelombang industri kreatif. Menurut data, sebanyak 180 juta penduduk Indonesia
memiliki ponsel, dan sebanyak 50% dari itu mampu mengakses internet. Ponsel sekarang
bukan barang untuk kalangan ekonomi atas, kalangan cendekia, kalangan birokrat,
mahasiswa, namun kini ponsel dapat mudah Anda jumpai dipegang tukang becak,
penjual sayur, anak sekolah bahkan anak yang masih TK, bahkan ibu rumah tangga
tidak bisa lepas dari ponsel untuk bersosmed ria.
Dari sekian
banyak akses internet yang diakses oleh ponsel, hampir 70%-nya adalah untuk
jejaring sosial dan pertemanan. Mulai dari facebook (Agustus 2010, Indonesia
menempati peringkat 3 pengguna facebook terbanyak di dunia setelah Perancis dan
Italia), whatsapp, instagram, bbm, dan lain-lain. Jaman telah berganti, bila
dulu bangun pagi minum kopi dan baca koran, sekarang bangun pagi dengan
kesadaran belum lengkap pun sudah mulai meng-update status, atau hanya sekedar
melihat news feed untuk memantau apa yang terjadi di bumi hari ini.
Sebenarnya
hal tersebut bukan menjadi suatu masalah dengan catatan tidak mengganggu
aktivitas utama yang membuat hidup lebih produktif. Namun belakangan ini kita
dihebohkan dengan istilah baru yang bahkan anak seumuran SD pun sudah luwes
mengungkapkannya, yaitu “HOAX”.
Hoax memiliki
arti cukup banyak. Namun secara umum artinya adalah tipuan, menipu, kabar
bohong. Dari Wikipedia hoax diartikan sebagai usaha untuk menipu atau mengakali
pembaca agar pembaca percaya, padahal pencipta hoax tersebut tahu bahwa berita
yang dibuatnya adalah palsu. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan terdapat sanksi bagi penyebar
informasi palsu dan bisa dikenakan hukuman.
Masalah
yang kita alami sekarang adalah, bahwa sifat para pengguna internet yang pengin
selalu tampil terawal, tercepat, dan terupdate dalam menyampaikan informasi
tanpa perlu adanya klarifikasi terlebih dahulu. Sekali dapat kabar dari WA
salah satu grup, hanya dalam hitungan detik kabar tersebut telah tersebar ke
grup-grup WA lain, sebagai status di bbm, dan sebagai “apa yang anda pikirkan?”
di lini masa facebook, dijadikan status, dan parahnya lagi, bahwa yang dishare
tersebut bukanlah “apa yang ia pikirkan” sebenarnya.
Dalam
surat Al Hujurat ayat 6 telah disampaikan apa yang disebut budaya tabayyun.
Tabayyun adalah budaya bertanya, budaya mengklarifikasi, budaya mencari
kebenaran. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa bila kita mendapatkan suatu
berita dari sumber yang tidak jelas, hendaknya kita jangan terburu-buru untuk
menyebarkannya, sebelum kita mengklarifikas kebenaran dari berita tersebut dari
sumber yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak mencelakai suatu kaum yang
terkena imbas atas kebodohan dan kecerobohan kita.
Ada banyak
hal yang bisa kita lakukan untuk memfilter perilaku kita dari paparan di atas,
berikut diantaranya.
TAAT DAN TAHU HUKUM
Setidaknya
ada dua regulasi yang mengatur, Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers
bagi media dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sebagai warga negara yang baik, kita sudah sepantasnya tahu dan
patuh akan isi dari undang-undang tersebut.
BUDAYA LITERASI
Pemerintah
sedang berupaya menggalakkan budaya literasi di sekolah-sekolah. Hal ini
penting sekali. Budaya membaca dari sumber yang terpercaya menjadikan siswa
tahu mana berita yang baik, baik dari segi penulisan, penyampaian, disertai
data yang riil dan akurat, dan layak edar. Melatih siswa untuk kembali membaca pada fitrahnya yaitu buku, kitab ensiklopedia, dan lain-lain. Bila sudah sering melakukan membaca jenis ini, akan mudah menyaring bacaan yang bermanfaat via online. Budaya menulis juga perlu dilatih
sehingga kita memiliki kemampuan untuk menulis apa yang sedang ada dalam
pikiran kita dan yang ingin kita sampaikan dan berguna. Tidak hanya asal salin,
tempel, bagi ...
Mendapatkan
berita dengan judul yang kelihatan keras, pedas, namun aktual, dan tidak
mainstream, langsung bagi ke sosmed, tanpa dikaji lebih dulu isinya, tanpa dicari sumber asal dari mana, terpercaya atau tidak, bermanfaatkah ini,
berpotensi apa bila hal ini disebarkan. Tanpa kemampuan literasi yang baik,
tidak akan dapat melakukan hal tersebut. Bagaimana kalau memang belum memiliki
kemampuan tersebut? Ya jangan dulu ikut nyebar .. gampang kan. Kita tunggu dulu kebenaran
nyata dari berita tersebut.
KEMBALI KE EXPERT UTAMA
Apa
yang saya maksud ini? Begini, saya seorang guru, ya pekerjaan utama saya ya
mengajar. Kalau saya mau share sesuatu, ya mesti yang berhubungan dengan
belajar dan mengajar. Karena itu keahlian saya. Insya Allah, akan bermanfaat bagi yang lain, karena saya
mampu didalamnya. Buat yang hobi traveling, ya sharing tentang pengalaman
jalan-jalan. Yang hobi otomotif, ya sharing tentang segala tetek bengek motor dan mobil, yang dokter,
bikin blog tentang medis. Kesemua itu pasti lebih bermakna dan bermanfaat,
tidak tumpang tindih. Yang ibu rumah tangga mungkin bisa sharing tentang tata
asuh dan rawat anak, tentang masakan, merangkai bunga, dan lain-lain. Bolehlah
kalau sedikit ikut update info terkini, misalnya masalah pilkada, politik,
hutang negara, kehidupan artis, tapi ingat, cek sumber, sertai data akurat, dan
obyektif. Dan yang paling penting jangan sampai terjadi ghibah, apalagi sampai
terjerat fitnah. Wuidih...naudzubillah ...
Semoga
bermanfaat ...
Sumber:
Al Quran (Allah SWT)
Cracking Zone (Rhenald Kasali)
Wikipedia
Kompas.com